BEGIN AGAIN

“Bagaimana jika aku bertaruh sama kamu?”

“Hm, maksudnya?”

“Kamu akan mecintaiku setelah ini.”

“Ini?”

“Ya, ini.

 

Kisah ini ter-inspirasi dari lagu Taylor Swift,

Begin Again

 

Mungkin bagi Fiola Anastasya mencintai adalah hal yang paling sulit dilakukan untuk saat ini. Tentu, mencintai seorang lelaki. Siapa lagi, kecuali ayahnya. Fiola, gadis cantik dengan rambut hitam panjangnya kini melangkahkan kaki ke cafe terdekat. Sepanjang jalan ia merutuki banyaknya laki-laki yang mentapnya lapar. Cukup membuatnya risih. Padahal Fiola menggunakan baju yang sopan, kemeja berwarna violet dengan rok panjang selutut. Inilah yang dia benci dari laki-laki, mereka terlalu melihatnya lewat wajah dan tubuh. Sudah berkali-kali ia menolak ajakan mereka tentang ‘pacaran’. Fiola pikir pacaran cuma buang-buang waktu berharganya, uangnya, dan yang terpenting adalah Fiola akan menderita sakit hati yang berkepanjangan. Sama seperti dulu. Delapan bulan yang lalu saat Fiola putus dengan Louis, pacar pertama Fiola.

Siang yang terik. Fiola butuh penyegaran. Dosen yang mengajarnya tadi membuatnya panas. Tugas yang entah kesekian kalinya membuat Fiola pusing tujuh keliling. Sebagai mahasiswa semester lima jurusan manajemen bisnis di salah satu universitas negeri terbaik di Indonesia, Fiola yang notabenenya adalah anak dari pembisnis terkemuka di negeri ini tidak pernah sekalipun menganggap remeh urusan kuliah. Bagi Fiola masih banyak orang di luar sana yang belum bisa bersekolah. Maka dia berpikir harus sebaik mungkin memanfaatkan fasilitas yang telah di sediakan oleh kedua orang tuanya. Walaupun kerap kali Fiola malas mengerjakan tugasnya dan masuk kuliah di pagi hari.

‘Kriett...’

            Fiola membuka pintu cafe dengan langkah anggun yang bisa membuat siapa saja yang melihatnya menoleh. Begitu sampai didalam ia langsung memesan secangkir cappucino. Ia bergegas duduk di kursi paling pojok dekat dengan kaca yang mengarah ke jalan raya. Suasana cafe yang tidak terlalu padat, menenangkan sejenak aktivitas otaknya dari buku tebal berjudul komunikasi bisnis. Untung saja, otaknya bisa diajak berkompromi jadi dia tidak perlu susah mengejar IPK diatas 3,5.

            Sembari menunggu secangkir cappucinonya, Fiola membuka Iphone keluaran terbaru. Membuka situs jejaring sosial seperti Instagram dan Path. Mengapa tidak yang lainnya? Fiola cukup enggan membukanya karena isi chatnya hanya seputar grup yang tidak penting untuk dibaca.  Menggulir postingan gambar di akun sosial miliknya, banyak gambar seputar teman-temannya yang hangout kemarin atau hari ini. Foto dengan niat serius atau foto ala-ala candid. Sampai akhirnya dia bosan, dan kembali menaruh Iphonenya di meja.

            Sambil menyesap cappucino yang telah ada di mejanya satu menit yang lalu. Fiola mendengarkan lagu yang di setel cukup keras di cafe itu.

¯And you throw your head back laughing like a little kid

I think it’s strange that you think I’m funny ‘cause he never did

I’ve been spending the last eight months thinking all love ever does

Is break and burn and end

But on a wednesday in a cafe I watched it begin again.¯

            Sebagian lirik dari lagu yang menggema itu ada benarnya. Fiola meringis. Memngingat delapan bulan yang lalu cintanya kandas dengan Louis. Lalu setelah itu Fiola pikir cinta hanya membuatnya patah, terbakar dan berakhir. Gadis itu enggan memikirkan perasaanyya yang sudah terlanjur menjadi mati. Tapi lagi-lagi bagaimanapun perasaannya sudah mati, bekas lukanya masih tetap akan ada. Untuk Fiola mencintai dan dicintai lagi bukanlah perkara yang mudah. Cinta hanyalah kata-kata yang memuakkan, penuh kebohongan, dan permainan. Fiola pikir dia bisa selamanya tidak akan pernah jatuh cinta. Atau mungkin jatuh pada cinta selama-lamanya. Terdengar klise, tapi Fiola memang bukan gadis yang bergaonta- ganti pacar. Perasaannya tentu saja bukan sebuah sandiwara. Jika ia mencintai maka memang dia mencintai.

            “Hai, boleh duduk disini?” Fiola sedikit tersentak dan sadar dari lamunan singkatnya. Ia mendongak mendapati seorang laki-laki memakai kaos putih yang dilapisi kemeja flanel kotak-kotak tersenyum ramah.

            ‘Kenapa kalau duduk harus minta izin segala? Toh pengunjung bebas duduk dimana saja.’ Fiola membatin. Tersenyum samar.

            “Silahkan.” merasa sudah memberi jawaban lantas Fiola mengambil lagi gadget yang ada di meja. Jarinya menuju salah satu jejaring sosial, Path. Dirinya tidak pernah absen sekedar berkunjung kemana untuk di upload di Path. Menurutnya dia jadi punya semacam jejak. Termasuk sering berkunjung ke cafe ini. Fiola mulai mengetik menunjukan dirinya ada di cafe ini.

[Pict]

Monday, 26 November 2012.

—at Cafe Telescope.

♥♥♥14+

1 minute ago.

Setelah meng-upload foto di Path, Fiola dia baru fokus menghabiskan cappucino nya yang masih penuh. Sambil melihat jalan raya yang cukup ramai. Banyak mahasiswa berlalu lalang di depan kaca itu. Sampai dia bisa melihat Louis, mantan kekasihnya bergandengan tangan dengan Bianca. Kalau bisa sebenarnya dia memutar waktu satu detik yang lalu untuk tidak melihatnya. Kenapa harus Bianca? Dari semua perempuan di kampus ini kenapa Bianca, teman satu kelasnya. Sungguh Fiola tidak paham dimana letak hati seorang Louis.

            Mata Fiola bergulir ke bawah. Dia tidak ingin Louis memergokinya sedang bergandengan tangan. Pasti nanti mereka akan tersenyum menang. Memang ini sebuah perlombaan? Dimana setelah itu ada menang dan kalah. Fiola diam saja mendengar lagu yang tadi berputar berganti. Lagi-lagi lagu di cafe ini mewakili sisi hatinya yang pedih. Ayolah, ini masih terlalu dini memikirkan cinta! Usianya baru 20 tahun, yang benar saja.

            Fiola bergegas bangkit, sebentar lagi dia harus masuk, mata kuliah Business Planning menantinya 10 menit lagi. Kakinya mendesak keluar dari kursi. Menenteng tas dan melangkahkan kakinya ke pintu yang bertuliskan exit. Tanpa dia sadari seseorang memperhatikannya dari jauh.

♡♡♡

            Pribahasa bilang ‘Dunia tak selebar daun kelor’ tapi kenapa tidak berlaku dalam kamus hidup Fiola? Sudah tersakiti malah makin sial saja hari-harinya. Sebelum kuliah berakhir Bu Inggit memberi tugas kelompok. Hal yang selanjutnya terjadi adalah Fiola harus berkelompok dengan sesosok tikus got bernama Bianca. Untungnya kelompok ini terdiri dari 6 orang, coba kalau 2 orang Fiola tidak sudi. By the way, kenapa dia menamakan Bianca tikus got adalah karena dia layaknya maniak pencuri makanan di dapur lalu pergi ke got yang bau dan busuk.

“Jadi, kamu sekelompok lagi sama Bianca?” tanya Anna, sahabat Fiola sejak masuk kuliah. Fiola kenal Anna waktu ospek, ketika dirinya masih berpacaran dengan si brengsek Louis. Jadi Anna sudah tahu seluk beluk hubungan Fiola walaupun dia jarang bertemu. Anna di fakultas kedokteran dan Fiola di fakultas ekonomi dan bisnis. Tapi kalau ada waktu bertemu mereka pasti akan menyempatkan waktu sekedar untuk berbagi cerita.

            “Iya Na, sebel banget gak sih? Kenapa harus dia lagi coba? Mukanya itu loh Na, nyebelin banget.” sungut Fiola berkali-kali. Siapa sih yang tidak kesal kalau pacarnya di rebut sama teman sendiri?

            “Tenang Fi, lagian juga kamu gak berdua doang. Lupain mereka, fokus aja sama studi kamu.”

            “Tapi susah Na, fokusku jadi pecah pas tiba-tiba si tikus got itu ditemenin sama Louis. Bayangin aja gimana manjanya dia. Manja sih gapapa. Tapi Na, dia kayak gitu di depan aku. Rasanya aku pengen banget pergi ke luar angkasa tau gak sih.”

            “Ih, gak usah gitu juga kali. Kali-kali kamu tunjukin tuh muka-muka gak peduli. Muka tegar. Kalo bisa bawa gebetan di depan Louis!” sejak tahu Fiola putus dengan Louis, Anna tidak ada habisnya menyuruh Fiola untuk segera memiliki tambatan hati yang baru. Fiola itu cantik luar dalam banyak yang mengantre, tapi kenapa dirinya tetap kukuh pendirian untuk menjomblo? Anna tidak habis pikir.

            “Ck gebetan lagi. Ga tau ah aku masih nyaman sendiri. Daripada jatuh cinta nanti di sakitin lagi.”

            “Nih ya kalo kata orang mah, kamu gak tau kalo belom nyoba. Gak semua cowok sebejad Louis kali Fi. Aku yakin masih banyak cowok yang baik hatinya.”

            “Aku percaya kalo itu Na, tapi ga tau ah!”

            “Dasar tuan putri.”

            “Apaan sih permaisuri Raja Alan” pipi Anna bersemu merah. Alan pacar Anna sejak semester dua yang sama-sama teman sekelasnya. Kemana-mana selalu bareng, kayak lem. Romantisnya udah ngalahin Romeo sama Juliet. Fiola iri, kisah cintanya kandas walaupun lebih lama dari Anna dan Alan.

            “Ih mukanya merah, hahaha.”

            “Enggak!”

            Begitulah Fiola dan Anna, berbagi cerita sambil memandang langit sore dari taman kampus. Perasaan campur aduknya telah larut karena di dengar Anna. Baginya Anna adalah sosok sahabat yang selalu mengerti dirinya. Selalu ada disaat dirinya butuh, begitu juga ketika Anna sedang bermasalah dengan Alan.

♡♡♡

            Hari berlalu, sekarang sudah hari selasa. Waktunya bergegas meluapkan bahagia. Semenjak putus dari Louis, Fiola berjanji kepada dirinya sendiri untuk bahagia. Untuk tidak menangis karena cinta lagi ; tidak terlalu banyak berharap lagi; dan yang terpenting dia dicintai dan mencintai dengan lelaki yang baik. Fiola tidak berharap banyak akan dipertemukan dengan seseorang, dia masih berpikir adakalanya dia menyendiri sampai luka di hatinya sembuh.

            Gadis itu beranjak keluar membuka pagar cokelat kosnya. Seperti pagi-pagi yang sudah  Fiola menyapa orang yang hilir mudik di hadapannya dengan ramah. Jarak antara kampus dan kosnya dekat, jadi Fiola hanya berjalan sekitar 10 menit. Dekat dengan kampus dan cafe Telescope. Bedanya cafe itu mengarah ke barat dan kosnya ke timur. Kalau dulu Fiola sering di antar jemput dengan Louis, sekarang dia sendirian menikmati jalanan yang masih sepi. Udara pagi mmebuatnya menjadi lebih baik.

            “Pemisi...”

            ‘Suara itu.’ Fiola membalikan tubuhnya kebelakang. Ternyata betul pemilik suara itu sama dengan yang di dengarnya siang kemarin di cafe Telescope. Kalau dilihat lagi, lelaki ini tampan sekali. Dengan garis rahang yang tegas dan mata birunya. Dia keturunan bule?

            “Eh, iya.” Fiola tersenyum canggung ala kadarnya.

            ‘Loh kok dia malah berjalan di sampingku?’ Fiola berpikir keras kata permisi barusan itu untuk apa? Kenapa jadi malah berjalan beriringan seperti ini sih?

            “Maaf ya, soalnya gedung jurusanku di samping gedung jurusanmu.”

            Fiola masih berpikir lambat. Dia tidak menggubris perkataan lelaki tadi. Dia masih memasang wajah datar dan mata tak berkedip.

            ‘Jadi tadi dia jalan disampingku itu karena dia mau ke gedung jurusannya? Tapi kok aku gak pernah tau ya dia anak kampus ini. Heh! kenapa dia tau jurusanku?!’

            Batin Fiola kelabakan, dia sadar dia menjadi bodoh untuk beberapa detik yang lalu. Bodohnya dia tidak menjawab apapun. Baiklah Fiola sepertinya kamu kurang asupan berbicara dengan laki-laki setelah Louis. Kalo begini jadinya bagaimana mau move on!

♡♡♡

Kalau boleh jujur Fiola malas untuk kuliah hari ini. Kenapa? karena si Bianca itu tentu saja. Hari ini dia malas membagi senyum palsunya di depan seorang Louis. Anehnya, dulu ketika pacaran dengan Fiola, dia jarang sekali mengantarnya ke kelas. Sekarang? What the hell, Seorang Louis mengantarkan Bianca hampir setiap hari. Entah ada masalah apa dengan Fiola. Demi Tuhan, Fiola cuma butuh ketenangan masa lalu yang pahit dengan laki-laki seperti Louis.

“Huhhh...” dia menghela nafas dengan keras ketika sudah duduk di bangkunya yang ada, jauh dari kedua mahkluk menjijikan itu.

Fiola membuka handphonenya, tidak ada yang spesial. Yah  biasa-biasa saja. Walaupun, ada yang terang-terangan mendekatinya, tapi Fiola enggan menanggapi. Lebih tepatnya merasa belum siap jika harus terulang kedua kalinya. Mengecek semua media sosialnya pagi ini. Mengabaikan mereka yang sedang bermesraan layaknya tidak ada tempat saja.

‘DRRTT DRRTT’

1 Notification

Instagram■

Adrian Darmawan started to following you.

Adrian? Fiola cukup berpikir. Baginya dia hanya perlu mengikuti teman-temannya saja. Ah jadi, dia tidak mengenalnya. Baiklah tidak perlu juga untuk diikuti. Eh, tapi sebentar. Fiola mengklik akun IG tersebut. Betapa terkejutnya dia! Ternyata, orang itu adalah orang yang dia temui tadi pagi ketika berangkat ke kampus. Kenapa dia bisa tahu namanya? Apakah Fiola seterkenal itu? Fiola jadi berpikir yang tidak-tidak. Dia tidak sedang di ikuti oleh seorang penguntit kan? Masa bodoh, Fiola rasa tidak ada gunanya memikirkan hal yang seperti ini. Dia menutup Instagramnya. Sebelum itu ia mengupload status dulu di Path.

1 minutes ago.

QArrived in Gadjah Mada University, Faculty of Economics and Business.

20 saw this ■■■■■■■Ü

oDion

Selamat pagi Fiola!

            Bola mata Fiola memutar jengah. Lagi-lagi Dion. Kakak tingkatnya di jurusannya. Tak ada habisnya mendekatinya. Mengomentari hal-hal yang tidak penting. Bukannya bagaimana sih, tapi dia memang belum ingin membuka hati. Cinta itu perkara sulit dan rumit. Mungkin lain kali, ya lain kali.

♡♡♡

Mata kuliah Bisnis ini akhirnya selesai juga. Fiola menggerakkan tangannya keatas. Menguap. Sudah jam 12.00, sudah saatnya makan siang. Fiola bergegas keluar kelas. Menyapa balik teman-temannya yang juga sedang berlalu lalang. Fiola punya banyak teman, hanya saja dia berpikir kalau sendiri itu tetap lebih mengasyikkan. Sejak kapan? Entahlah, mungkin semenjak dia tidak selalu bersama dengan Anna dan putus dari Louis. Luois lagi, berhenti mengatakannya!

Disinilah sekarang Fiola berada. Di Cafe Teleschope. Memesan beberapa makanan dan minuman. Sehari-hari selalu disini. Tidak ada cafe yang senyaman ini menurutnya. Tidak ada kebisingan, tidak ada pengacau, dan tidak ada mereka berdua.

[Pict]

Tuesday, 27 November 2012.

—at Cafe Telescope.

♥♥♥10+

1 minute ago.

            Setelah membuat status di Path. Fiola bergegas kembali memandangi sesisi cafe ini. Dengan dekorasi yang sederhana dan gaya vintage yang membuatnya teduh dan nyaman di pandang. Namun, seseorang tiba-tiba datang di depan mejanya.

            Dia si laki-laki misterius, bernama Adrian. Anehnya dia tersenyum. Hei, tersenyum! Bayangkan bila ada laki-laki asing duduk di depanmu, menatapmu dan tersenyum. Apa dia gila?

            “Adrian.” tangannya terulur di depan Fiola. Fiola terkejut. Ini memang bukan pertama kalinya dia berkenalan. Tapi, rasanya aneh. Fiola masih terdiam di tempatnya. Melihat raut wajah Adrian dengan seksama. Ternyata dia memang tampan. Lupakan. Wajahnya seperti pahatan patung yang sempurna.

            ‘Oh ayolah Fiola, apa yang kamu pikirkan!’

            “Fiola.” tangannya maju menyambut uluran tangan Adrian. Dia hanya membalas tanpa disertai senyuman. Perempuan berhati dingin. Tangannya menjabat tangan Adrian yang lebih besar darinya. Sialnya, Adrian masih tak melepaskannya sampai Fiola berdeham.

            “Eh maaf.” Adrian melepas tangannya dan menggaruk lehernya yang tidak gatal. Tertawa canggung seperti menutupi kebodohannya. Lalu, yang selanjutnya terjadi adalah keheningan.

            Untungnya pelayan itu datang membawa pesanan Fiola.

“Ini pesanannya Chicken spicy rice, potato fried, dan lemon tea.” ujar pelayan wanita dengan sigap menaruh makanan itu di meja.

“Oh iya. Terimakasih.”

Fiola bingung harus bersikap bagaimana lagi. Bersama dengan laki-laki asing yang tiba-tiba mengajaknya berkenalan. Canggung. Fiola ingin makan saat ini juga, tapi dia kehilangan seleranya saat Adrian menatapnya tanpa henti. Ok, ini membuatnya risih.

“Maaf, kenapa kamu terus natap aku? Ada yang salah?” tanya Fiola to the point.

Laki-laki itu tertawa kecil. “Enggak ada yang salah.”

“Terus?”

“Kamu cantik.”

Sial, kenapa Fiola malah jadi salah tingkah. Gombalan receh seperti itu tidak seharusnya membuat jantungnya berdebar dengan kencang. Apa karena Adrian adalah lelaki tampan? Sadarlah Fiola mungkin dia hanya sedang menjadikanmu mainannya.

Fiola mulai meredakan degupan jantungnya yang menggila. Kembali kepada dirinya yang dingin. Dia tidak membalas gombalan receh Adrian. Kini dia hanya fokus menghabiskan makanannya. Sudah jam 12.20, sepuluh menit lagi kelasnya dimulai. Persetan dengan lelaki itu, dia hanya perlu makan dan tidak ingin mempedulikan tatapan bodoh itu.

Beberapa menit dia sedang berusaha menghabiskan makannya. Namun, lelaki itu berulah lagi.

“Fi, kamu mau gak jadi-”

“Uhukk..uhukkk..”

Perkataan Adrian ini membuat Fiola tersedak. Padahal Adrian belum selesai berbicara. Apapun tentang kelanjutannya Fiola tidak mau dengar.

“Ya ampun makannya pelan-pelan Fi.”

Fiola tidak lagi melihat Adrian. Dia langsung meminum lemon tea nya sampai habis dengan kecepatan kilat. Bergegas pergi dari cafe ini. Kalau begini jadinya, dia tidak ingin ke sini lagi. Menghindar dari laki-laki itu atau dia sedang menghindar dari rasanya jatuh cinta lagi?

♡♡♡

            Fiolanya pergi. Adrian tau Fiola merasa tidak nyaman saat dia di sisinya. Parahnya sebelum Adrian memintanya menjadi temannya. Ya, Adrian cuma ingin Fiola menjadi temannya. Tidak lebih. Dia tahu kalau hati Fiola sudah terlalu beku untuk di cairkan. Setelah dia mem-follow Instagram Fiola pagi ini rasanya sudah melegakan. Lega karena akhirnya dia berani menampilkan dirinya di depan Fiola.

            Sejak lama Adrian menaruh hati dengan Fiola. Menurutnya perempuan itu tipe-nya dia sekali. Kalem, pintar, dan cantik. Adrian tidak munafik bahwa dia menyukai Fiola karena kecantikannya. Tapi lebih dari itu, Adrian tahu kalau Fiola punya hati yang baik. Adrian jatuh cinta pada pandangan pertama.

            Dua tahun yang lalu, saat itu Adrian masih menggunakan atribut PSSMB. Hari itu dia sedang melaksanakan perintah dari kakak panitia untuk membersihkan lapangan yang terlihat berantakan. Tentu bersama para mahasiswa baru lainnya.

            Di tangan kananannya sudah siap sapu lidi dan pengki di tangan kirinya. Saat itu juga, banyak mata yang melihat kearahnya secara terang-terangan. Adrian tahu, karena saat di SMA dulu banyak sekali yang menaruh hati padanya. Katanya, dia pintar, tampan, dan jago bermain basket. Walaupun, Adrian kira itu semua berlebihan.

            Tiba-tiba saja perutnya mendadak sakit. Adrian yakin, pagi ini dia sudah makan. Sialnya, tugas menyapu ini belum selesai dan banyak kakak tingkat yang berjaga di sekitar lapangan. Adrian memegang perutnya yang terasa sakit. Sampai dia meringkih kesakitan. Mukanya pucat pasi. Pandangnnya mulai kabur. Namun teriakkan perempuan di sampingnya membuat dia bertahan sebentar.

“Kakak panitia! Ini ada yang sakit.” Perempuan itu mendekati Adrian dan memapahnya ke pos terdekat. Setelahnya perempuan itu berbalik pergi sambil melanjutkan membersihkan lapangan.

Samar-samar ia mendengar seseorang memanggil nama perempuan itu.

“Fiola, kamu darimana aja?” tanya Anna teman segugus Fiola.

“Ini tadi ada anak yang sakit.”

“Kirain kemana.”

“Kalo kemana-mana juga tetep disini aja ibu dokter.” Fiola tertawa bersama Anna. Tanpa disadarinya, Adrian menatapnya dari jauh. Saat ini dia tahu perempuan itu bernama Fiola. Perempuan baik yang peka menolongnya dan memapahnya sampai ke pos panitia. Perempuan yang tidak melihat wajahnya dengan serius. Dia yang berbeda dari yang lainnya. Senyumnya yang manis, Adrian tidak pernah lupa itu. Sejak saat itu Adrian tahu segalanya tentang Fiola dalam diam.

♡♡♡

Fiola kembali ke kelasnya 10 menit kemudian. Dia tidak berhenti memikirkan ucapan Adrian tempo tadi. Tidak seharusnya kan dia bersikap seperti itu. Mungkin saja, dia hanya ingin berteman. Tunggu! Berteman? Jadi, apakah tadi Fiola salah mengartikan? Bodoh! Padahal lelaki itu belum mengungkapkan apapun.

‘Fiola bodoh! Ayolah, berhenti takut kepada hal baik seperti itu!’

            Siang ini pikiran Fiola sedang tidak bisa diajak berkonsentrasi. Otaknya sedang merumuskan akar dari permasalahan siang ini, di cafe itu. Dosen mata kuliahnya kali ini tidak bisa membuatnya fokus, Fiola gusar di tempatnya sendiri. Kenapa jadi terus menerus memikirkan Adrian? Dia hanyalah salah satu lelaki di kampus ini. Fiola tidak ingin meyakinkan dirinya sendiri perihal ini. Setidaknya untuk saat ini.

♡♡♡

Wednesday, 28 November 2012.

¯Listening to Begin Again by Taylor Swift

12

            Kalau saja ada tempat selain cafe ini. Fiola mungkin akan berpindah tempat. Sayangnya, hanya cafe ini yang paling cocok dengan dirinya. Ngomong-ngomong hari ini dia ingin melupakan lelaki yang kemarin sempat membuatnya grogi dan salting. Dia beralibi kalau ini hanya masalah ‘ketampanan’ saja. Jadi dia tidak ingin memikirkan yang lainnya.

            Seperti biasnya dia memesan beberapa makanan dan minuman di meja dekat jendela kaca yang besar. Berhadapan dengan jalanan yang agak ramai. Di telinganya terpasang Ipod putih. Kali ini dia ingin mendengarkan lagu yang sedang booming. Begin again.

            Tapi, kenapa liriknya jadi pas seperti ini?

            “Hi, Fi.”

Seketika itu Fiola terjungkat kaget mendapati Adrian berdiri di sampingnya. Kenapa Adrian disini lagi? Tenang Fiola, kamu hanya perlu terbiasa.

“Kamu?”

“Suka banget ya ke cafe ini?”

“Kenapa?”

“Gapapa, kamu lucu ya. Aku nanya kamu jawab tanya.” Adrian tergelak. Tawanya membuat Fiola mau tidak mau menyunggingkan senyumnya.

“Eh, tunggu.”

“Tunggu?”

“Senyum kamu manisnya kebangetan deh. Kurangin dikit dong Fi.”

“Apaan sih.” Demi kartun Spongeboob kesukaannya, kenapa Fiola malah jadi salah tingkah lagi hanya karena gombalan lelaki bernama Adrian. Tawa Adrian malah tidak berhenti. Tertawa seperti anak kecil.

Adrian lalu duduk di sebelah Fiola sambil mengedarkan pandangannya. Sambil melipat tangan di meja. Tampangnya serius, Fiola bisa melihat itu.

“Sejujurnya aku gak pernah mengajak wanita berkenalan. Yang kemarin itu karena aku nekat. Mungkin bagi kamu aku cuma laki-laki penggombal ya kan? Tapi beneran ini pertama kalinya.”

Dan sejujurnya juga Fiola tidak begitu percaya.

“Gak usah terlalu di pikirkan Fi. Aku cuma mau jadi temanmu aja kok. Aku tahu kamu sedang gak ingin mejalin cinta dengan lelaki manapun kan?”

“Bagai-?” Jadi, ternyata Adrian tahu?

“Aku tahu.”

Lalu siang itu Fiola dan Adrian bercerita panjang lebar tentang apapun. Perlahan-lahan Fiola nyaman dan tidak menyadari bahwa sekarang dia sedang tidak menghindari perasaannya. Di suatu waktu, Adrian terlihat seperti Louis yang dulu sering berbicara dengannya. Namun, saat ini dia sadar kalau what the past is past.

“Bagaimana jika aku bertaruh sama kamu?”

“Hm, maksudnya?”

“Kamu akan mecintaiku setelah ini.”

“Ini?”

“Ya, ini.”

Mereka berdua tertawa bersama. Layaknya bicara dari hati ke hati. Seolah mereka tau bila esok hari akan berbeda dari hari ini. Fiola sadar bahwa beberapa detik yang lalu. Dia menyadari bahwa dia sudah menyukai lelaki ini. Tawanya dan hal-hal yang membuatnya merasa nyaman. Masa lalu yang dulu menerkamnya dalam-dalam, lama-kelamaan berangsung mengendur karena tertaut pada hal yang baru. Dia melihatnya hari ini, semuanya akan dimulai kembali.

¯ And you throw your head back laughing like a little kid

I think it’s strange that you think I’m funny ‘cause he never did

I’ve been spending the last eight months thinking all love ever does

Is break and burn and end

But on a wednesday in a cafe I watched it begin again.¯

           

TAMAT

“Bagaimana jika aku bertaruh sama kamu?”

“Hm, maksudnya?”

“Kamu akan mecintaiku setelah ini.”

“Ini?”

“Ya, ini.

 

Kisah ini ter-inspirasi dari lagu Taylor Swift,

Begin Again

Author : bahasasemesta

 

Mungkin bagi Fiola Anastasya mencintai adalah hal yang paling sulit dilakukan untuk saat ini. Tentu, mencintai seorang lelaki. Siapa lagi, kecuali ayahnya. Fiola, gadis cantik dengan rambut hitam panjangnya kini melangkahkan kaki ke cafe terdekat. Sepanjang jalan ia merutuki banyaknya laki-laki yang mentapnya lapar. Cukup membuatnya risih. Padahal Fiola menggunakan baju yang sopan, kemeja berwarna violet dengan rok panjang selutut. Inilah yang dia benci dari laki-laki, mereka terlalu melihatnya lewat wajah dan tubuh. Sudah berkali-kali ia menolak ajakan mereka tentang ‘pacaran’. Fiola pikir pacaran cuma buang-buang waktu berharganya, uangnya, dan yang terpenting adalah Fiola akan menderita sakit hati yang berkepanjangan. Sama seperti dulu. Delapan bulan yang lalu saat Fiola putus dengan Louis, pacar pertama Fiola.

Siang yang terik. Fiola butuh penyegaran. Dosen yang mengajarnya tadi membuatnya panas. Tugas yang entah kesekian kalinya membuat Fiola pusing tujuh keliling. Sebagai mahasiswa semester lima jurusan manajemen bisnis di salah satu universitas negeri terbaik di Indonesia, Fiola yang notabenenya adalah anak dari pembisnis terkemuka di negeri ini tidak pernah sekalipun menganggap remeh urusan kuliah. Bagi Fiola masih banyak orang di luar sana yang belum bisa bersekolah. Maka dia berpikir harus sebaik mungkin memanfaatkan fasilitas yang telah di sediakan oleh kedua orang tuanya. Walaupun kerap kali Fiola malas mengerjakan tugasnya dan masuk kuliah di pagi hari.

‘Kriett...’

Fiola membuka pintu cafe dengan langkah anggun yang bisa membuat siapa saja yang melihatnya menoleh. Begitu sampai didalam ia langsung memesan secangkir cappucino. Ia bergegas duduk di kursi paling pojok dekat dengan kaca yang mengarah ke jalan raya. Suasana cafe yang tidak terlalu padat, menenangkan sejenak aktivitas otaknya dari buku tebal berjudul komunikasi bisnis. Untung saja, otaknya bisa diajak berkompromi jadi dia tidak perlu susah mengejar IPK diatas 3,5.

Sembari menunggu secangkir cappucinonya, Fiola membuka Iphone keluaran terbaru. Membuka situs jejaring sosial seperti Instagram dan Path. Mengapa tidak yang lainnya? Fiola cukup enggan membukanya karena isi chatnya hanya seputar grup yang tidak penting untuk dibaca.  Menggulir postingan gambar di akun sosial miliknya, banyak gambar seputar teman-temannya yang hangout kemarin atau hari ini. Foto dengan niat serius atau foto ala-ala candid. Sampai akhirnya dia bosan, dan kembali menaruh Iphonenya di meja.

Sambil menyesap cappucino yang telah ada di mejanya satu menit yang lalu. Fiola mendengarkan lagu yang di setel cukup keras di cafe itu.

¯And you throw your head back laughing like a little kid

I think it’s strange that you think I’m funny ‘cause he never did

I’ve been spending the last eight months thinking all love ever does

Is break and burn and end

But on a wednesday in a cafe I watched it begin again.¯

Sebagian lirik dari lagu yang menggema itu ada benarnya. Fiola meringis. Memngingat delapan bulan yang lalu cintanya kandas dengan Louis. Lalu setelah itu Fiola pikir cinta hanya membuatnya patah, terbakar dan berakhir. Gadis itu enggan memikirkan perasaanyya yang sudah terlanjur menjadi mati. Tapi lagi-lagi bagaimanapun perasaannya sudah mati, bekas lukanya masih tetap akan ada. Untuk Fiola mencintai dan dicintai lagi bukanlah perkara yang mudah. Cinta hanyalah kata-kata yang memuakkan, penuh kebohongan, dan permainan. Fiola pikir dia bisa selamanya tidak akan pernah jatuh cinta. Atau mungkin jatuh pada cinta selama-lamanya. Terdengar klise, tapi Fiola memang bukan gadis yang bergaonta- ganti pacar. Perasaannya tentu saja bukan sebuah sandiwara. Jika ia mencintai maka memang dia mencintai.

“Hai, boleh duduk disini?” Fiola sedikit tersentak dan sadar dari lamunan singkatnya. Ia mendongak mendapati seorang laki-laki memakai kaos putih yang dilapisi kemeja flanel kotak-kotak tersenyum ramah.

‘Kenapa kalau duduk harus minta izin segala? Toh pengunjung bebas duduk dimana saja.’ Fiola membatin. Tersenyum samar.

“Silahkan.” merasa sudah memberi jawaban lantas Fiola mengambil lagi gadget yang ada di meja. Jarinya menuju salah satu jejaring sosial, Path. Dirinya tidak pernah absen sekedar berkunjung kemana untuk di upload di Path. Menurutnya dia jadi punya semacam jejak. Termasuk sering berkunjung ke cafe ini. Fiola mulai mengetik menunjukan dirinya ada di cafe ini.

[Pict]

Monday, 26 November 2012.

—at Cafe Telescope.

♥♥♥14+

1 minute ago.

Setelah meng-upload foto di Path, Fiola dia baru fokus menghabiskan cappucino nya yang masih penuh. Sambil melihat jalan raya yang cukup ramai. Banyak mahasiswa berlalu lalang di depan kaca itu. Sampai dia bisa melihat Louis, mantan kekasihnya bergandengan tangan dengan Bianca. Kalau bisa sebenarnya dia memutar waktu satu detik yang lalu untuk tidak melihatnya. Kenapa harus Bianca? Dari semua perempuan di kampus ini kenapa Bianca, teman satu kelasnya. Sungguh Fiola tidak paham dimana letak hati seorang Louis.

Mata Fiola bergulir ke bawah. Dia tidak ingin Louis memergokinya sedang bergandengan tangan. Pasti nanti mereka akan tersenyum menang. Memang ini sebuah perlombaan? Dimana setelah itu ada menang dan kalah. Fiola diam saja mendengar lagu yang tadi berputar berganti. Lagi-lagi lagu di cafe ini mewakili sisi hatinya yang pedih. Ayolah, ini masih terlalu dini memikirkan cinta! Usianya baru 20 tahun, yang benar saja.

Fiola bergegas bangkit, sebentar lagi dia harus masuk, mata kuliah Business Planning menantinya 10 menit lagi. Kakinya mendesak keluar dari kursi. Menenteng tas dan melangkahkan kakinya ke pintu yang bertuliskan exit. Tanpa dia sadari seseorang memperhatikannya dari jauh.

♡♡♡

Pribahasa bilang ‘Dunia tak selebar daun kelor’ tapi kenapa tidak berlaku dalam kamus hidup Fiola? Sudah tersakiti malah makin sial saja hari-harinya. Sebelum kuliah berakhir Bu Inggit memberi tugas kelompok. Hal yang selanjutnya terjadi adalah Fiola harus berkelompok dengan sesosok tikus got bernama Bianca. Untungnya kelompok ini terdiri dari 6 orang, coba kalau 2 orang Fiola tidak sudi. By the way, kenapa dia menamakan Bianca tikus got adalah karena dia layaknya maniak pencuri makanan di dapur lalu pergi ke got yang bau dan busuk.

“Jadi, kamu sekelompok lagi sama Bianca?” tanya Anna, sahabat Fiola sejak masuk kuliah. Fiola kenal Anna waktu ospek, ketika dirinya masih berpacaran dengan si brengsek Louis. Jadi Anna sudah tahu seluk beluk hubungan Fiola walaupun dia jarang bertemu. Anna di fakultas kedokteran dan Fiola di fakultas ekonomi dan bisnis. Tapi kalau ada waktu bertemu mereka pasti akan menyempatkan waktu sekedar untuk berbagi cerita.

“Iya Na, sebel banget gak sih? Kenapa harus dia lagi coba? Mukanya itu loh Na, nyebelin banget.” sungut Fiola berkali-kali. Siapa sih yang tidak kesal kalau pacarnya di rebut sama teman sendiri?

“Tenang Fi, lagian juga kamu gak berdua doang. Lupain mereka, fokus aja sama studi kamu.”

“Tapi susah Na, fokusku jadi pecah pas tiba-tiba si tikus got itu ditemenin sama Louis. Bayangin aja gimana manjanya dia. Manja sih gapapa. Tapi Na, dia kayak gitu di depan aku. Rasanya aku pengen banget pergi ke luar angkasa tau gak sih.”

“Ih, gak usah gitu juga kali. Kali-kali kamu tunjukin tuh muka-muka gak peduli. Muka tegar. Kalo bisa bawa gebetan di depan Louis!” sejak tahu Fiola putus dengan Louis, Anna tidak ada habisnya menyuruh Fiola untuk segera memiliki tambatan hati yang baru. Fiola itu cantik luar dalam banyak yang mengantre, tapi kenapa dirinya tetap kukuh pendirian untuk menjomblo? Anna tidak habis pikir.

“Ck gebetan lagi. Ga tau ah aku masih nyaman sendiri. Daripada jatuh cinta nanti di sakitin lagi.”

“Nih ya kalo kata orang mah, kamu gak tau kalo belom nyoba. Gak semua cowok sebejad Louis kali Fi. Aku yakin masih banyak cowok yang baik hatinya.”

“Aku percaya kalo itu Na, tapi ga tau ah!”

“Dasar tuan putri.”

“Apaan sih permaisuri Raja Alan” pipi Anna bersemu merah. Alan pacar Anna sejak semester dua yang sama-sama teman sekelasnya. Kemana-mana selalu bareng, kayak lem. Romantisnya udah ngalahin Romeo sama Juliet. Fiola iri, kisah cintanya kandas walaupun lebih lama dari Anna dan Alan.

“Ih mukanya merah, hahaha.”

“Enggak!”

Begitulah Fiola dan Anna, berbagi cerita sambil memandang langit sore dari taman kampus. Perasaan campur aduknya telah larut karena di dengar Anna. Baginya Anna adalah sosok sahabat yang selalu mengerti dirinya. Selalu ada disaat dirinya butuh, begitu juga ketika Anna sedang bermasalah dengan Alan.

♡♡♡

Hari berlalu, sekarang sudah hari selasa. Waktunya bergegas meluapkan bahagia. Semenjak putus dari Louis, Fiola berjanji kepada dirinya sendiri untuk bahagia. Untuk tidak menangis karena cinta lagi ; tidak terlalu banyak berharap lagi; dan yang terpenting dia dicintai dan mencintai dengan lelaki yang baik. Fiola tidak berharap banyak akan dipertemukan dengan seseorang, dia masih berpikir adakalanya dia menyendiri sampai luka di hatinya sembuh.

Gadis itu beranjak keluar membuka pagar cokelat kosnya. Seperti pagi-pagi yang sudah  Fiola menyapa orang yang hilir mudik di hadapannya dengan ramah. Jarak antara kampus dan kosnya dekat, jadi Fiola hanya berjalan sekitar 10 menit. Dekat dengan kampus dan cafe Telescope. Bedanya cafe itu mengarah ke barat dan kosnya ke timur. Kalau dulu Fiola sering di antar jemput dengan Louis, sekarang dia sendirian menikmati jalanan yang masih sepi. Udara pagi mmebuatnya menjadi lebih baik.

“Pemisi...”

‘Suara itu.’ Fiola membalikan tubuhnya kebelakang. Ternyata betul pemilik suara itu sama dengan yang di dengarnya siang kemarin di cafe Telescope. Kalau dilihat lagi, lelaki ini tampan sekali. Dengan garis rahang yang tegas dan mata birunya. Dia keturunan bule?

“Eh, iya.” Fiola tersenyum canggung ala kadarnya.

‘Loh kok dia malah berjalan di sampingku?’ Fiola berpikir keras kata permisi barusan itu untuk apa? Kenapa jadi malah berjalan beriringan seperti ini sih?

“Maaf ya, soalnya gedung jurusanku di samping gedung jurusanmu.”

Fiola masih berpikir lambat. Dia tidak menggubris perkataan lelaki tadi. Dia masih memasang wajah datar dan mata tak berkedip.

‘Jadi tadi dia jalan disampingku itu karena dia mau ke gedung jurusannya? Tapi kok aku gak pernah tau ya dia anak kampus ini. Heh! kenapa dia tau jurusanku?!’

Batin Fiola kelabakan, dia sadar dia menjadi bodoh untuk beberapa detik yang lalu. Bodohnya dia tidak menjawab apapun. Baiklah Fiola sepertinya kamu kurang asupan berbicara dengan laki-laki setelah Louis. Kalo begini jadinya bagaimana mau move on!

♡♡♡

Kalau boleh jujur Fiola malas untuk kuliah hari ini. Kenapa? karena si Bianca itu tentu saja. Hari ini dia malas membagi senyum palsunya di depan seorang Louis. Anehnya, dulu ketika pacaran dengan Fiola, dia jarang sekali mengantarnya ke kelas. Sekarang? What the hell, Seorang Louis mengantarkan Bianca hampir setiap hari. Entah ada masalah apa dengan Fiola. Demi Tuhan, Fiola cuma butuh ketenangan masa lalu yang pahit dengan laki-laki seperti Louis.

“Huhhh...” dia menghela nafas dengan keras ketika sudah duduk di bangkunya yang ada, jauh dari kedua mahkluk menjijikan itu.

Fiola membuka handphonenya, tidak ada yang spesial. Yah  biasa-biasa saja. Walaupun, ada yang terang-terangan mendekatinya, tapi Fiola enggan menanggapi. Lebih tepatnya merasa belum siap jika harus terulang kedua kalinya. Mengecek semua media sosialnya pagi ini. Mengabaikan mereka yang sedang bermesraan layaknya tidak ada tempat saja.

‘DRRTT DRRTT’

1 Notification

Instagram■

Adrian Darmawan started to following you.

Adrian? Fiola cukup berpikir. Baginya dia hanya perlu mengikuti teman-temannya saja. Ah jadi, dia tidak mengenalnya. Baiklah tidak perlu juga untuk diikuti. Eh, tapi sebentar. Fiola mengklik akun IG tersebut. Betapa terkejutnya dia! Ternyata, orang itu adalah orang yang dia temui tadi pagi ketika berangkat ke kampus. Kenapa dia bisa tahu namanya? Apakah Fiola seterkenal itu? Fiola jadi berpikir yang tidak-tidak. Dia tidak sedang di ikuti oleh seorang penguntit kan? Masa bodoh, Fiola rasa tidak ada gunanya memikirkan hal yang seperti ini. Dia menutup Instagramnya. Sebelum itu ia mengupload status dulu di Path.

1 minutes ago.

QArrived in Gadjah Mada University, Faculty of Economics and Business.

20 saw this ■■■■■■■Ü

oDion

Selamat pagi Fiola!

Bola mata Fiola memutar jengah. Lagi-lagi Dion. Kakak tingkatnya di jurusannya. Tak ada habisnya mendekatinya. Mengomentari hal-hal yang tidak penting. Bukannya bagaimana sih, tapi dia memang belum ingin membuka hati. Cinta itu perkara sulit dan rumit. Mungkin lain kali, ya lain kali.

♡♡♡

Mata kuliah Bisnis ini akhirnya selesai juga. Fiola menggerakkan tangannya keatas. Menguap. Sudah jam 12.00, sudah saatnya makan siang. Fiola bergegas keluar kelas. Menyapa balik teman-temannya yang juga sedang berlalu lalang. Fiola punya banyak teman, hanya saja dia berpikir kalau sendiri itu tetap lebih mengasyikkan. Sejak kapan? Entahlah, mungkin semenjak dia tidak selalu bersama dengan Anna dan putus dari Louis. Luois lagi, berhenti mengatakannya!

Disinilah sekarang Fiola berada. Di Cafe Teleschope. Memesan beberapa makanan dan minuman. Sehari-hari selalu disini. Tidak ada cafe yang senyaman ini menurutnya. Tidak ada kebisingan, tidak ada pengacau, dan tidak ada mereka berdua.

[Pict]

Tuesday, 27 November 2012.

—at Cafe Telescope.

♥♥♥10+

1 minute ago.

Setelah membuat status di Path. Fiola bergegas kembali memandangi sesisi cafe ini. Dengan dekorasi yang sederhana dan gaya vintage yang membuatnya teduh dan nyaman di pandang. Namun, seseorang tiba-tiba datang di depan mejanya.

Dia si laki-laki misterius, bernama Adrian. Anehnya dia tersenyum. Hei, tersenyum! Bayangkan bila ada laki-laki asing duduk di depanmu, menatapmu dan tersenyum. Apa dia gila?

“Adrian.” tangannya terulur di depan Fiola. Fiola terkejut. Ini memang bukan pertama kalinya dia berkenalan. Tapi, rasanya aneh. Fiola masih terdiam di tempatnya. Melihat raut wajah Adrian dengan seksama. Ternyata dia memang tampan. Lupakan. Wajahnya seperti pahatan patung yang sempurna.

‘Oh ayolah Fiola, apa yang kamu pikirkan!’

“Fiola.” tangannya maju menyambut uluran tangan Adrian. Dia hanya membalas tanpa disertai senyuman. Perempuan berhati dingin. Tangannya menjabat tangan Adrian yang lebih besar darinya. Sialnya, Adrian masih tak melepaskannya sampai Fiola berdeham.

“Eh maaf.” Adrian melepas tangannya dan menggaruk lehernya yang tidak gatal. Tertawa canggung seperti menutupi kebodohannya. Lalu, yang selanjutnya terjadi adalah keheningan.

Untungnya pelayan itu datang membawa pesanan Fiola.

“Ini pesanannya Chicken spicy rice, potato fried, dan lemon tea.” ujar pelayan wanita dengan sigap menaruh makanan itu di meja.

“Oh iya. Terimakasih.”

Fiola bingung harus bersikap bagaimana lagi. Bersama dengan laki-laki asing yang tiba-tiba mengajaknya berkenalan. Canggung. Fiola ingin makan saat ini juga, tapi dia kehilangan seleranya saat Adrian menatapnya tanpa henti. Ok, ini membuatnya risih.

“Maaf, kenapa kamu terus natap aku? Ada yang salah?” tanya Fiola to the point.

Laki-laki itu tertawa kecil. “Enggak ada yang salah.”

“Terus?”

“Kamu cantik.”

Sial, kenapa Fiola malah jadi salah tingkah. Gombalan receh seperti itu tidak seharusnya membuat jantungnya berdebar dengan kencang. Apa karena Adrian adalah lelaki tampan? Sadarlah Fiola mungkin dia hanya sedang menjadikanmu mainannya.

Fiola mulai meredakan degupan jantungnya yang menggila. Kembali kepada dirinya yang dingin. Dia tidak membalas gombalan receh Adrian. Kini dia hanya fokus menghabiskan makanannya. Sudah jam 12.20, sepuluh menit lagi kelasnya dimulai. Persetan dengan lelaki itu, dia hanya perlu makan dan tidak ingin mempedulikan tatapan bodoh itu.

Beberapa menit dia sedang berusaha menghabiskan makannya. Namun, lelaki itu berulah lagi.

“Fi, kamu mau gak jadi-”

“Uhukk..uhukkk..”

Perkataan Adrian ini membuat Fiola tersedak. Padahal Adrian belum selesai berbicara. Apapun tentang kelanjutannya Fiola tidak mau dengar.

“Ya ampun makannya pelan-pelan Fi.”

Fiola tidak lagi melihat Adrian. Dia langsung meminum lemon tea nya sampai habis dengan kecepatan kilat. Bergegas pergi dari cafe ini. Kalau begini jadinya, dia tidak ingin ke sini lagi. Menghindar dari laki-laki itu atau dia sedang menghindar dari rasanya jatuh cinta lagi?

♡♡♡

Fiolanya pergi. Adrian tau Fiola merasa tidak nyaman saat dia di sisinya. Parahnya sebelum Adrian memintanya menjadi temannya. Ya, Adrian cuma ingin Fiola menjadi temannya. Tidak lebih. Dia tahu kalau hati Fiola sudah terlalu beku untuk di cairkan. Setelah dia mem-follow Instagram Fiola pagi ini rasanya sudah melegakan. Lega karena akhirnya dia berani menampilkan dirinya di depan Fiola.

Sejak lama Adrian menaruh hati dengan Fiola. Menurutnya perempuan itu tipe-nya dia sekali. Kalem, pintar, dan cantik. Adrian tidak munafik bahwa dia menyukai Fiola karena kecantikannya. Tapi lebih dari itu, Adrian tahu kalau Fiola punya hati yang baik. Adrian jatuh cinta pada pandangan pertama.

Dua tahun yang lalu, saat itu Adrian masih menggunakan atribut PSSMB. Hari itu dia sedang melaksanakan perintah dari kakak panitia untuk membersihkan lapangan yang terlihat berantakan. Tentu bersama para mahasiswa baru lainnya.

Di tangan kananannya sudah siap sapu lidi dan pengki di tangan kirinya. Saat itu juga, banyak mata yang melihat kearahnya secara terang-terangan. Adrian tahu, karena saat di SMA dulu banyak sekali yang menaruh hati padanya. Katanya, dia pintar, tampan, dan jago bermain basket. Walaupun, Adrian kira itu semua berlebihan.

Tiba-tiba saja perutnya mendadak sakit. Adrian yakin, pagi ini dia sudah makan. Sialnya, tugas menyapu ini belum selesai dan banyak kakak tingkat yang berjaga di sekitar lapangan. Adrian memegang perutnya yang terasa sakit. Sampai dia meringkih kesakitan. Mukanya pucat pasi. Pandangnnya mulai kabur. Namun teriakkan perempuan di sampingnya membuat dia bertahan sebentar.

“Kakak panitia! Ini ada yang sakit.” Perempuan itu mendekati Adrian dan memapahnya ke pos terdekat. Setelahnya perempuan itu berbalik pergi sambil melanjutkan membersihkan lapangan.

Samar-samar ia mendengar seseorang memanggil nama perempuan itu.

“Fiola, kamu darimana aja?” tanya Anna teman segugus Fiola.

“Ini tadi ada anak yang sakit.”

“Kirain kemana.”

“Kalo kemana-mana juga tetep disini aja ibu dokter.” Fiola tertawa bersama Anna. Tanpa disadarinya, Adrian menatapnya dari jauh. Saat ini dia tahu perempuan itu bernama Fiola. Perempuan baik yang peka menolongnya dan memapahnya sampai ke pos panitia. Perempuan yang tidak melihat wajahnya dengan serius. Dia yang berbeda dari yang lainnya. Senyumnya yang manis, Adrian tidak pernah lupa itu. Sejak saat itu Adrian tahu segalanya tentang Fiola dalam diam.

♡♡♡

Fiola kembali ke kelasnya 10 menit kemudian. Dia tidak berhenti memikirkan ucapan Adrian tempo tadi. Tidak seharusnya kan dia bersikap seperti itu. Mungkin saja, dia hanya ingin berteman. Tunggu! Berteman? Jadi, apakah tadi Fiola salah mengartikan? Bodoh! Padahal lelaki itu belum mengungkapkan apapun.

‘Fiola bodoh! Ayolah, berhenti takut kepada hal baik seperti itu!’

Siang ini pikiran Fiola sedang tidak bisa diajak berkonsentrasi. Otaknya sedang merumuskan akar dari permasalahan siang ini, di cafe itu. Dosen mata kuliahnya kali ini tidak bisa membuatnya fokus, Fiola gusar di tempatnya sendiri. Kenapa jadi terus menerus memikirkan Adrian? Dia hanyalah salah satu lelaki di kampus ini. Fiola tidak ingin meyakinkan dirinya sendiri perihal ini. Setidaknya untuk saat ini.

♡♡♡

Wednesday, 28 November 2012.

¯Listening to Begin Again by Taylor Swift

12

Kalau saja ada tempat selain cafe ini. Fiola mungkin akan berpindah tempat. Sayangnya, hanya cafe ini yang paling cocok dengan dirinya. Ngomong-ngomong hari ini dia ingin melupakan lelaki yang kemarin sempat membuatnya grogi dan salting. Dia beralibi kalau ini hanya masalah ‘ketampanan’ saja. Jadi dia tidak ingin memikirkan yang lainnya.

Seperti biasnya dia memesan beberapa makanan dan minuman di meja dekat jendela kaca yang besar. Berhadapan dengan jalanan yang agak ramai. Di telinganya terpasang Ipod putih. Kali ini dia ingin mendengarkan lagu yang sedang booming. Begin again.

Tapi, kenapa liriknya jadi pas seperti ini?

“Hi, Fi.”

Seketika itu Fiola terjungkat kaget mendapati Adrian berdiri di sampingnya. Kenapa Adrian disini lagi? Tenang Fiola, kamu hanya perlu terbiasa.

“Kamu?”

“Suka banget ya ke cafe ini?”

“Kenapa?”

“Gapapa, kamu lucu ya. Aku nanya kamu jawab tanya.” Adrian tergelak. Tawanya membuat Fiola mau tidak mau menyunggingkan senyumnya.

“Eh, tunggu.”

“Tunggu?”

“Senyum kamu manisnya kebangetan deh. Kurangin dikit dong Fi.”

“Apaan sih.” Demi kartun Spongeboob kesukaannya, kenapa Fiola malah jadi salah tingkah lagi hanya karena gombalan lelaki bernama Adrian. Tawa Adrian malah tidak berhenti. Tertawa seperti anak kecil.

Adrian lalu duduk di sebelah Fiola sambil mengedarkan pandangannya. Sambil melipat tangan di meja. Tampangnya serius, Fiola bisa melihat itu.

“Sejujurnya aku gak pernah mengajak wanita berkenalan. Yang kemarin itu karena aku nekat. Mungkin bagi kamu aku cuma laki-laki penggombal ya kan? Tapi beneran ini pertama kalinya.”

Dan sejujurnya juga Fiola tidak begitu percaya.

“Gak usah terlalu di pikirkan Fi. Aku cuma mau jadi temanmu aja kok. Aku tahu kamu sedang gak ingin mejalin cinta dengan lelaki manapun kan?”

“Bagai-?” Jadi, ternyata Adrian tahu?

“Aku tahu.”

Lalu siang itu Fiola dan Adrian bercerita panjang lebar tentang apapun. Perlahan-lahan Fiola nyaman dan tidak menyadari bahwa sekarang dia sedang tidak menghindari perasaannya. Di suatu waktu, Adrian terlihat seperti Louis yang dulu sering berbicara dengannya. Namun, saat ini dia sadar kalau what the past is past.

“Bagaimana jika aku bertaruh sama kamu?”

“Hm, maksudnya?”

“Kamu akan mecintaiku setelah ini.”

“Ini?”

“Ya, ini.”

Mereka berdua tertawa bersama. Layaknya bicara dari hati ke hati. Seolah mereka tau bila esok hari akan berbeda dari hari ini. Fiola sadar bahwa beberapa detik yang lalu. Dia menyadari bahwa dia sudah menyukai lelaki ini. Tawanya dan hal-hal yang membuatnya merasa nyaman. Masa lalu yang dulu menerkamnya dalam-dalam, lama-kelamaan berangsung mengendur karena tertaut pada hal yang baru. Dia melihatnya hari ini, semuanya akan dimulai kembali.

¯ And you throw your head back laughing like a little kid

I think it’s strange that you think I’m funny ‘cause he never did

I’ve been spending the last eight months thinking all love ever does

Is break and burn and end

But on a wednesday in a cafe I watched it begin again.¯

TAMAT

BEGIN AGAIN BEGIN AGAIN Reviewed by HIMA PGSD KAMPUS WATES on Sabtu, September 26, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar



Image Link [https://2.bp.blogspot.com/-70DYF-Z-kJQ/Wlc9sn-yudI/AAAAAAAABJE/owmQBtX5Oq4YogpY1VQxwBwFPgv6sQnsQCLcBGAs/s1600/HIMA.png]

Author Name [HIMA PGSD UNY Kampus Wates]

Author Description [Organisasi yang memfasiitasi mahasiswa PGSD UNY Kampus Wates untuk mengembangkan softskill maupun hardskill-nya]



Facebook Username [#]

Twitter Username [pgsdwates]

GPlus Username [#]

Pinterest Username [#]

Instagram Username [pgsdwates]