Pekatnya Pendidikan di Lumpur Asmat
Tidak
ada lumpur yang jernih. Semua lumpur pasti pekat entah itu hitam ataupun
coklat. Begitu pula yang terjadi dengan pendidikan di Kabupaten Asmat. Secara
geografis, Kabupaten Asmat terletak di Provinsi Papua, berdekatan dengan
Kabupaten Timika, Nduga, Yahukimo, dan Mappi.
Berbicara tentang Asmat
maka tidak jauh dengan sebutan Kota Lumpur, Kota Seribu Papan dan Manusia
Setengah Dewa. Memang layak jika Asmat mendapat sebutan itu. Tahun 2017
tepatnya bulan Agustus, saya sudah membuktikanya sendiri. Saya berkesempatan
mengunjungi Kabupaten Asmat dan menetap kurang lebih 3 bulan bersama teman
teman dari Ekspedisi NKRI 2017 Subkorwil 1 Asmat.
Asmat itu unik, tidak ada
kendaraan bermotor, tidak ada jalanan aspal, tidak ada tanah padat, dan semua
bangunan seperti rumah panggung (re:tidak menyentuh tanah). Sehingga selama
menetap disana, hampir tidak pernah menyentuh tanah karena semua kehidupan di
atas papan. Tidak heran jika mendapat julukan manusia setengah dewa karena
berada di antara bumi dan langit.
Kabupaten Asmat memiliki
21 distrik (re:kecamatan) yang tersebar di berbagai penjuru. Sungai merupakan
jalur penghubung antar distrik sehingga transportasi air yang menjadi
sarananya. Hal ini mengakibatkan pendidikan di Asmat berjalan lambat
dikarenakan jauhnya lokasi dan sedikitnya sekolah yang ada.
Pendidikan tidak melulu
masalah calistung, pengetahuan, kognitif dan lainya. Melihat kondisi di Asmat
saya berfikir akan sia sia jika saya mengajari tentang pengetahuan tetapi pola
pikir dan perilaku mereka tidak diubah terlebih dahulu. PHBS, gotong royong,
dan budaya antri menjadi aspek pokok yang saya pilih untuk anak anak disini.
Bagaimana tidak, mereka belum mengetahui cara mandi yang benar, bahkan untuk
gosok gigi saja mereka tidak pernah. Selain itu ketika saya dan tim membagikan
sesuatu, mereka masih saja berebut dan tidak mengenal antri. Mungkin mereka
tidak pernah diajari di sekolahnya atau mungkin mereka tidak pernah masuk
sekolah.
Saya dan tim
berkesempatan mengunjungi Kampung Waganu Dua, Distrik Suator, Kabupaten Asmat.
Ada satu sekolah dengan dua ruangan, tetapi tidak ada guru. Kepala kampung
mengatakan bahwa guru sedang di kota sehingga anak anak tidak sekolah dan
memilih pergi ke hutan untuk mencari kayu bersama orang tuanya. Kami pun
mengumpulkan anak yang ada lalu mengajari PHBS kepada mereka serta pembagian
susu. Saya memilih mengajari mereka gosok gigi karena memang meraka tidak
pernah melakukanya. Benar saja, ada beberapa dari merek yang gusi nya berdarah
dikarenakan tidak pernah gosok gigi. Selain PHBS, kami mengajari mereka budaya
mengantri pada saat pembagian susu. Budaya mengantri bukan hanya problem di
tanah Asmat tetapi juga problematika mental orang Indonesia.
Setelah mengunjungi
Kampung Waganu Dua, kami bergeser menuju Kampung Bubis yang dapat ditempuh
selama 1 jam menggunakan speedboat. Waktu tempuh juga di pengaruhi oleh pasang
surut air dikarenakan memang hanya transportasi air yang bisa digunakan di
Kabupaten Asmat. Kampung ini lebih bagus daripada Kampung Waganu Dua karena
cukup ramai dan ada guru yang menetap. Kami pun memilih gotong royong dam cuci
tangan yang benar sebagai kegiatan kami disini. Anak anak cukup antusias saat
kami ajak untuk membersihkan halaman sekolah mereka. Selesai kerja bakti, kami
mengajari mereka cuci tangan yang benar menggunakan sabun. Masih sama seperti
di Kampung Waganu Dua, di Kampung Bubis juga memiliki sekolah yang hanya 2
ruangan saja. Tetapi proses pembelajarannya masih aktif dikarenakan ada guru
yang menetap disini. Ibu Juarsih namanya. Sekilas memang seperti orang jawa
namanya. Beliau berasal dari Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Ahh masih tetanga
saya ternyata. Beliau menjadi transmigran di Merauke tetapi sudah 10tahun
dipindah tugaskan di Kabupaten Asmat sejak pemekaran dari Merauke.
Tanah Papua memang kaya.
Bagai surga kecil jatuh ke bumi. Alangkah jahatnya ketika manusia terus
mengeksplorasi kekayaan Papua tanpa peduli dengan yang mendiaminya. Pendidikan
merupakan tumpuan penting untuk pembangunan dan kemajuan suatu daerah. Mari
kawanku, kita hening sejenak. Sudah kah kita berkontribusi kepada negeri ini?
(Kahfi Yanuar Rahman 2014)
Pekatnya Pendidikan di Lumpur Asmat
Reviewed by HIMA PGSD KAMPUS WATES
on
Jumat, Desember 28, 2018
Rating:
Mantul
BalasHapusMantaps
BalasHapusTermotivasi ini mah
BalasHapus